Langsung ke konten utama

Hasutan Perang Imperialis Australia

Kerusuhan Kontra Revolusioner Mengancam Tiongkok di Laut Cina Selatan dan Sekitarnya



R. Beiterin

Pemerintah Australia baru saja mengirim sebuah surat ke PBB dan menegaskan bahwa klaim Tiongkok atas Laut Cina Selatan adalah “ilegal”. Pengambilan sikap diplomatik ini dilakukan satu hari setelah klaim Tiongkok tersebut terjadi, sembari mempertontonkan tindakan agresi secara terang-terangan dan percobaan intimidasi, kapal perang Australia menyusup ke wilayah perairan yang berbatasan dengan wilayah Tiongkok guna menghancurkan basis militer Tiongkok yang telah dibina di Laut Cina Selatan. Belum lagi adanya aksi gabungan selama berbulan-bulan antara kapal Perang Amerika Serikat dan Australia yang melewati perbatasan dengan wilayah perairan Tiongkok secara tanpa izin. Ancaman baru bagi Tiongkok ini muncul di kala Perdana Menteri Scott Morison dari Partai Liberal yang mengumumkan sebuah rencana untuk mengeluarkan dana sebesar $270 miliar untuk memperkuat Militer Australia. Alasan Scott Morison terkait kebijakan ini amatlah sederhana. Indo-Pasifik yang “bebas dari kekerasan dan hegemoni […] selaras dengan norma serta aturan hukum internasional” – hanya itu saja, “bebas” dari hantu "Pengaruh Tiongkok” di seluruh Indo-Pasifik termasuk di wilayah perairan Tiongkok di Laut Cina Selatan yang hingga saat ini hendak diklaim oleh kaum kapitalis di dunia sebagai perairan “internasional” (baca: di bawah kendali imperialis). Usaha mereka (Imperialis) ini sangat terang-terangan. Mereka hendak “Mengambil alih Tiongkok” agar dapat dijarah, sebelum Revolusi Tiongkok berbalik mengusir kaum imperialis, dan membangun sebuah negara kelas buruh, walaupun secara birokratis cacat. Sebagai Trotskis kami mempertahankan sebuah pembelaan tanpa syarat terhadap negara-negara kelas buruh, tak peduli seberapa cacat birokrasi di negara tersebut, yang mana dalam hal ini termasuk membela kepentingan Tiongkok dalam memastikan keamanan berupa perlindungan terhadap rute pelayaran serta menjaga akses ke cadangan sumber daya alam yang terletak di Laut Cina Selatan.

Apa itu “Pengaruh Australia atas Indo-Pasifik yang Bebas dari Kekerasan dan Hegemoni”?

Untuk memahami tindakan Australia, pertama-tama harus kita lihat tujuan sejati dari negara Australia dibalik alasan yang mereka nyatakan. Yaitu, kita harus melihat sejarah teror imperialis Australia di kawasan pasifik dalam upaya mempertahankan dominasi imperialis Australia dan AS di wilayah ini. Hal Ini dapat dilihat dalam kudeta Fiji 1987 di mana operasi gabungan Australia-AS menggulingkan pemerintahan Fiji yang melarang kapal-kapal perang nuklir Amerika berlabuh di wilayah Fiji–tindakan Pemerintah Fiji ini dilihat sebagai ancaman terhadap dominasi imperialis yang menggalang gerakan anti-Soviet di kawasan pasifik kala itu. Dari contoh ini terlihat jelas bahwa Australia tidak pernah menjadi kekuatan untuk “melindungi perairan” negara-negara kecil di Indo-Pasifik, melainkan sebagai sebuah kekuatan yang hendak mempertahankan semua perairan di bawah kendali imperialis, dan Australia akan melakukan apapun demi menjaganya agar tetap seperti itu. Dengan memakai ungkapan yang sama dengan para anti-Komunis hari ini, Wall Street Journal berkomentar bahwa “Australia dan Selandia Baru, beranggapan akan lebih suka untuk tidak dikelilingi oleh pos terdepan kekaisaran Rusia, dan bersedia menghadapi tanggung jawab yang lebih besar dalam menjamin kedamaian di wilayah ini” – “kedamaian” macam apa yang mereka bawa!

Sambil mengklaim sebagai perwakilan “hukum internasional”, imperialis Australia terus-menerus mengabaikan hukum tersebut tatkala hal itu bersinggungan dengan keuntungan yang hendak mereka peroleh. Pada 2002, Australia menarik pengakuan mereka terhadap batas laut yang ditetapkan oleh Mahkamah Internasional pada wilayah perairannya dengan Timor-Leste hal ini agar Australia dapat memerah keuntungan lebih banyak dari bangsa yang dilanda kemiskinan. Dan mereka telah berhasil melakukannya. Pada 2004, Australia melakukan tindakan kriminal terang-terangan yang melibatkan Badan Intelijen Rahasia Australia yakni dengan secara aktif memata-matai pemerintahan Timor Leste. Mereka melakukan ini demi menggerogoti Timor Leste dalam negosiasi perihal akses ke ladang minyak Greater Sunrise. Hasilnya adalah kesepakatan yang menjadi kemenangan besar bagi imperialis Australia dan AS namun justru merugikan Timor-Leste karena telah kehilangan keuntungan puluhan miliar dolar. Sejak fakta ini diungkapkan, negara Australia telah memulai perang secara legal untuk mencoba menuntut dan memenjarakan pengungkap yang mempublikasikannya, sebuah proyek yang berlanjut hingga hari ini dalam sebuah pengadilan rahasia tersembunyi dari publik. Hari ini, Timor-Leste masih merupakan sebuah negara yang paling miskin di Asia sementara Australia telah merampas miliaran dolar dari minyak dan gas yang terletak di tempat yang semestinya berada dibawah kekuasaan hukum Timor-Leste, lambat laun setelah beberapa dekade “terikat” pada kesepakatan mengerikan ini di mana Australia masih secara langsung mengantongi sebagian besar keuntungan yang dicuri dari laut lepas pantai Timor-Leste. Hal ini Jelas bahwa hukum internasional hanyalah sebuah senjata bagi kaum imperialis yang dipergunakan untuk menggebuk kepala musuh-musuh mereka, dan diabaikan ketika hukum internasional merepotkan mereka. Sederhananya, imperialis Australia tidak menginginkan sebuah “Indo-Pasifik yang bebas dari kekerasan dan hegemoni”, mereka menginginkan Indo-Pasifik yang mem-bebas-kan imperialis Australia/US untuk memaksa dan menanamkan hegemoni.

Apa yang sedang diperebutkan di Laut Cina Selatan?

Laut Cina Selatan yang melewati selat Malaka memberikan akses laut di sepanjang Samudra Hindia, dan begitulah sebuah lokasi kunci bagi perdagangan maritim. Diperkirakan bahwa sepertiga pelayaran global bergerak melalui Laut Cina Selatan.[1] Pada 2016 nilai perdagangan melalui jalur laut oleh Tiongkok saja sebesar $1460 Miliar USD, dan 39.5% total perdagangan Tiongkok ini berbentuk barang.[2] Ini membuat Tiongkok sangat rentan karena ia cukup bergantung secara ekonomi pada akses ke Laut Cina Selatan. Selama bertahun-tahun persoalan ini menjadi perhatian utama Partai Komunis Tiongkok (PKT) dimana melalui koran milik sayap pemudanya yaitu Harian Pemuda Tiongkok dinyatakan pada 2004 bahwa “Tidaklah dilebih-lebihkan untuk mengatakan bahwa siapapun yang mengendalikan Selat Malaka akan juga memiliki cengkraman atas jalur energi Tiongkok”. Sekitar 80% kegiatan impor minyak Tiongkok bergantung pada selat ini, dan pernyataan seperti ini bukanlah berlebihan. Oleh karena itu, AS dan Australia memandang amat patut untuk menguasai jalur perdagangan vital ini karena pada saat mereka menginginkannya, seperti pada peristiwa peperangan, mereka dapat dengan mudah memotong akses Laut Cina Selatan dari Tiongkok lalu melumpuhkan Tiongkok secara ekonomi.

Apabila gejolak di Laut Cina Selatan yang terjadi baru-baru ini memicu peperangan, adalah suatu kemungkinan bilamana AS dan Australia dengan bantuan dari para antek kapitalis lokalnya di Taiwan, Malaysia, dll. secara khusus akan mencoba memblokade laut itu demi mencekik kemampuan Tiongkok. Oleh karena itu guna mencegah keadaan semacam ini, Tiongkok telah mengerahkan kekuatannya di sepanjang Laut Cina Selatan melalui pembentukan kekuatan militer di beberapa pulau dan karang. Para kapitalis tidak segera menutup mata atas situasi ini. Dan dengan merebaknya virus korona mereka (Kapitalis) telah mulai menyerukan sentimen massal anti-Cina yang merupakan persiapan untuk menaikkan provokasi mereka melawan Tiongkok. Di mana anggaran baru militer oleh Morrison menjadi salah satu contoh dari upaya tersebut. Dengan menginjak Laut Cina Selatan, imperialis Amerika dan Australia mencoba menegaskan kembali dominasi mereka atas perairan guna melemahkan dan mengusir Tiongkok, lalu menjadikan keseluruhan wilayah “bebas”, yaitu, bebas untuk didominasi dan dihisap secara ekonomi oleh kekuatan imperialis. Australia memainkan peran imperialis junior bagi AS dalam beberapa bulan terakhir, dan telah mulai mengambil peran yang bahkan lebih aktif dalam berperang melawan Tiongkok. Menjadi yang terdepan dalam menyerang Tiongkok perihal virus korona dan disaat bersamaan meningkatkan anggaran militer secara besar-besaran adalah dua contoh utama peran aktif Australia dalam memerangi Tiongkok. Tindakan-tindakan tersebut tentunya perlu dilawan. Kaum Marxis menyokong usaha militer Tiongkok dalam pembangunan kekuatan militer mereka di Laut Cina Selatan sebagai sebuah langkah efektif untuk mempertahankan kepentingannya melawan segala percobaan cekikan imperialis.

Momok “Pengaruh Tiongkok” mendorong Histeria Bahaya (Kulit) Kuning

Meskipun imperialisme AS dan Australia telah lama mendominasi kawasan Indo-Pasifik, tatkala investasi kecil dari Tiongkok masuk ke dalam wilayah ini sudah membuat mereka (Imperialis Australia/AS) dilanda kegilaan anti-Cina. Padahal, kenyataannya investasi kecil Tiongkok tidak melakukan apapun untuk menanamkan “kekerasan dan hegemoninya” di wilayah ini, dan sepenuhnya kerdil alias tidak bisa membuat pengaruh besar jika dibandingkan dengan teror berdarah imperialis Australia yang telah mewabah di Indo-Pasifik sejak lama. Ketakutan akan “invasi di halaman belakang” ini merupakan bagian dari mitos rasis yang lebih besar bahwa Tiongkok sedang perlahan-lahan mengelilingi Australia dengan pemerintahan boneka secara de facto dan perlahan-lahan “menginvasi” Australia. Pertama Tiongkok “menginvasi” dan mengendalikan kotanya sendiri yakni Hong Kong, kemudian ia “menginvasi” Indo-Pasifik sebelum akhirnya membuat Australia tidak lebih dari sebuah negara boneka. Dan ini bukan hanya sebuah khayalan kelompok kanan yang paling agresif, melainkan juga sentimen umum termasuk Partai Hijau yang bergelagat anti-rasis dan ALP (Partai Buruh Australia). Buku Clive Hamilton, “Invasi Senyap (Silent Invasion)” mungkin menggambarkan sentimen ini dengan sempurna – di mana sampulnya adalah bendera Tiongkok dikibarkan di parlemen di Canberra dan menggantikan bendera Australia saat ini. Seorang anggota Partai Hijau yang menjadi simbol bagaimana gelagat anti-rasis kapitalis ditanggalkan sesaat ketika hal ini sesuai dengan kepentingan nasionalis “Australia kecil” mereka. Tulisan ini menyebarkan fiksi tentang Tiongkok yang “menginvasi” Australia melalui kampus-kampus, lembaga negara dan bahkan mempersiapkan klaim kedaulatan atas Australia sendiri. Invasi seperti ini konon akan dikerjakan melalui para imigran Tiongkok yang bertindak selayaknya “Pilar Kelima Tiongkok di Australia”, pemberian cap pada setiap orang dari etnis Han Tiongkok sebagai mata-mata tersembunyi, pengkhianat dan musuh dari “demokrasi Australia”. Dan sekadar toleransi terhadap orang Tionghoa Australia – kecuali pada gumpalan tak jelas dari “beberapa yang baik” tentunya – akan membuka jalan bagi “Hegemoni Tiongkok” di Australia. “Protokol Komite Sentral Tiongkok” ini telah menjadi sebuah tulisan penghimpun bagi banyak kaum sovinis anti-Tiongkok untuk berkumpul. Dan mewakili gagasan kunci yang merasuki sebagian besar kelas penguasa di Australia.

Aliansi pengkhianatan Vietnam dengan imperialisme AS dan Australia

Dalam pidato Morrison yang mengumumkan perang baratayudhanya melawan Tiongkok dia menyatakan bagaimana imperialisme Australia telah “memperdalam kerjasama pertahanan dan keamanan dengan rekan-rekan baru dan lamanya, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Singapura dan Vietnam.”[3] Bukanlah suatu kecelakaan ketika ia menyanjung negara buruh Vietnam yang mengalami kecacatan birokratis di samping menyanjung sekutu imperialis dan antek-antek kapitalisnya. Beberapa dekade setelah revolusi sosialnya yang mengusir para kapitalis dan tuan-tuan tanah maupun kaum imperialis penyokongnya, Vietnam telah dalam beberapa tahun terakhir bergandengan tangan dengan imperialisme AS dan mulai bertindak sebagai cakar kucingnya. Ini telah termasuk mengizinkan kapal-kapal perang AS dan Australia untuk berlabuh di bandar-bandar Vietnam maupun menerima pendanaan dari AS bagi penjaga pesisirnya.

Tindakan ini mengingatkan pada saat Tiongkok bertindak sebagai cakar kucingnya Amerika dalam membantu perang baratayudha anti-Soviet yang berpuncak pada kontra revolusi, yang menciptakan tatanan dunia saat ini di mana Tiongkok telah menjadi target utama kaum imperialis. Pada 1979 Tiongkok telah menyerbu Vietnam demi kepentingan Amerika, di mana untungnya mereka telah ditekuk mundur. Ini merupakan cerminan dari fakta bahwa birokrasi penguasa baik itu Tiongkok atau Vietnam menjunjung tinggi dogma nasionalis dari “sosialisme di satu negeri”. Tindakan begini bukanlah cerminan kebaikan kaum proletar sedunia, melainkan kepentingan segelintir kasta nasionalis yang berpangku di atas negara buruh. Solusi atas hal ini adalah revolusi politik proletar yang akan menyapu bersih para birokrasi dari kedua negara buruh yang cacat itu. Negara buruh yang sehat akan mampu menyelesaikan pertengkaran wilayah tersebut dengan mudah. Dimana kedua negara buruh bekerjasama melalui pertahanan bersama dan berbagi sumber daya bersama demi kepentingan revolusi dunia dan menolak bentuk-bentuk aliansi pengkhianatan seperti beraliansi dengan kaum imperialis.

Perjuangkan Kekuasaan Langsung oleh Buruh di Negara Buruh Tiongkok

Provokasi baru-baru ini oleh Imperialis Australia dan Amerika bukanlah hal baru, ini merupakan yang paling mutakhir dalam jalur agresi panjang terhadap Tiongkok. Sudah jelas bahwa tak akan ada yang memuaskan mereka selain kontra revolusi. Terlepas dari semua ini, PKT masih memilih berusaha untuk berdamai dengan mereka. Ini segaris dengan dogma Stalinis mereka yakni “sosialisme di satu negeri” di mana kamu dapat menghindari pertengkaran dengan kapitalisme dunia dan sebatas membangun sosialisme secara nasional. Trotskyis menentang dogma ini dengan mengetengahkan gagasan sosialisme internasional, dan Trotskyis memperjuangkan penggulingan politik atas kasta imam-imam Stalinis yang berpangku di atas kekuasaan negara buruh itu sendiri untuk kemudian mendirikan kepemimpinan Marxis sejati. Terlepas dari kepemimpinan birokratis PKT, kita mendukung secara militer dengan Tiongkok dalam tindakannya di Laut Cina Selatan sebagai langkah defensif menghadapi serbuan dan kepungan kaum imperialis. Ini bukan berarti kita menaruh kepercayaan pada PKT, yang bertindak hanya karena melayani kepentingan birokratis sempit mereka demi mempertahankan negara yang mana mereka menyedot privilese darinya, meskipun dengan cara yang sangat terbatas dalam jangka panjang hanya akan menghadirkan kontra revolusi.

Hancurkan Perang Kontra Revolusioner Imperialis Australia!

Usir keberadaan militer AS dan Australia dari Laut Cina Selatan dan segenap Indo-Pasifik!


Baca versi Bahasa Inggris